Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi
antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam
suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku. ( Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and
Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional
mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3)
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata :
1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
2. Atraksi :
seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik
lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai
partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and
Sustainable Development Approach, hal. 166 memberikan definisi : Village
Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional,
often remote villages and learn about village life and the local
environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan
tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di
desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan
lingkungan setempat
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar
dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan
studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua
pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan
sebuah desa menjadi desa wisata.
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat
tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi
semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan
desa, seni dan budaya lokal, arsitektur tradisional, latar belakang
sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan,
kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan
kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model
tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama
dengan penduduk.
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang
dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan
berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat.
Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama
dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69)
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu :
- Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
- Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
- Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
- Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
- Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama
suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa
dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap.
Pendekatan FISIK merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah
desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus
dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
- Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
- Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
- Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen
pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi
desa wisata ini yaitu :
Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung domestik yaitu :
- Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati desa wisata tersebut.
- Wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil kerajinan setempat.
- Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.
Wisatawan Manca Negara
- Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak wisatawan asing.
- Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan setempat.
- Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di
Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan
tipe terbuka.
A. Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut :
- Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
- Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
- Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan
Nusa Dua, Bali dan beberapa kawasan wisata di Lombok. Pedesaan tersebut
diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara
nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Pemerintah
Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat
dirancang dengan konsep yang serupa.
B. Tipe Terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya
kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan
masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan
dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak
negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga
sulit dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini
adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment