Dalam rangkaian Wikimu
Wisata Mudik 9 Kota (13-16 Mei), rombongan ‘mendarat ‘ di desa wisata
Gandok Kadilobo, Sleman (14-15 Mei), kami mendapat kesempatan belajar
menjadi petani di sawah. Memang tidak semua proses bertanam di sawah
kami alami, hanya saat membajak dan menanam padi.
Kami dibawa oleh
Silih dan Candra, pemandu lokal dari dusun ini, ke areal persawahan.
Satu petak lahan tampak sejak dibajak dan petak di sebelahnya sedang
ditanami. Sebelum turun ke sawah, Mas Silih menjelaskan dahulu
prosesnya . “Sawah yang hendak ditanami, biasanya dibajak dulu. Ada 2
proses, pertama ngluku dulu, setelah itu digaru,”kata Silih kepada rombongan Wikimu, yang nampak sebagian peserta memperhatikan tapi tidak menyimak...he..he...
Ngluku dan Garu adalah
kata dari bahasa Jawa, yang kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia,
sama-sama berarti membajak. Tetapi bentuk kegiatannya berbeda. Ngluku,
adalah aktivitas membalikkan tanah, agar lapisan tanah yang di bawah
berganti di atas. Dan rumput atau batang padi yang tersisa (dari panen),
agar tertimbun di bawah, sehingga bisa menjadi pupuk alami. Caranya
dengan bantuan sapi atau kerbau. Binatang ini menarik alat ngluku yang mirip dengan ujung cangkul tetapi agar miring, sehingga tanah yang dilewati akan membalik secara otomatis.
Kita yang ngluku,
cukup menekan alat ini agar terbenam ke dalam tanah. Selanjutnya
serahkan pada sapi atau kerbau yang akan menariknya. Tetapi tidak mudah
lho menekan alat ini, karena cukup berat dan mesti mengikuti irama gerak
si sapi. Kalau tidak, bisa terjatuh-jatuh, seperti yang aku alami.
Lalu setelah tanah sawah itu selesai dibolak-balik, maka saatnya diratakan, namanya kegiatan garu. Garu ini lebih mudah daripada ngluku. Karena cukup duduk di atas bambu yang ditarik oleh sapi/kerbau. Beban tubuh kita yang membuat garu
(seperti bilah papan) tertekan ke bawah dan sekaligus meratakan tanah
yang sudah dibolak-balik tadi. Enak juga duduk di atas bambu…kalau cuma
sebentar. Tapi lama-kelamaan capek juga…
Setelah tanah rata, langkah
selanjutnya adalah menanam padi. Melihat ibu-ibu yang menanam kayaknya
mudah dan asyik-asyik aja. Teorinya menanam padi dengan jalan mundur dan
memberi jarak antar padi sekitar 20 cm. Memang mudah sih nanamnya,
tinggal celup-celup aja ke dalam lumpur. Tetapi ketika kami selesai
menanam, ternyata miring dan tidak teratur. Tidak serapi ibu-ibu itu.
Ada yang menanam satu baris saja sudah kecapekan, karena mesti
membungkuk dan menahan terik matahari. Padahal ibu-ibu itu menanam
sampai siang hari dan di lahan yang cukup luas.
Setelah padi-padi itu
selesai ditanam, maka tahap selanjutnya adalah perawatan sampai masa
panen. Tentu perawatan juga tidak sederhana, mesti dipupuk, diberi
pestisida agar tidak kena hama, mengusir burung, mengaliri air dengan
cukup, dstnya, demikian penjelasan Candra, yang merangkap marketing
dari wisata desa ini.
0 comments:
Post a Comment